HAKEKAT PAGAR

Alkisah di sebuah negeri binatang, sebagaimana yang diceritakan Anthony De Melo, seekor singa ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi.

Begitu dimasukkan ke penjara, singa itu sangat terkejut, karena di sana ia bertemu dengan rekan-rekannya sesama singa yang sudah bertahun-tahun berada di sana. Bahkan, ada yang sejak lahir hingga dewasa tinggal di penjara tersebut.

Perjalanan waktu telah membuat singa yang baru masuk ini terbiasa dengan berbagai kebiasaan dan kegiatan di penjara itu.

Untuk mengisi waktu luang, masing-masing singa dikelompokkan berdasarkan minat dan bakatnya.

Ada kelompok singa intelektual, kelompok seniman, kelompok singa pelestari adat-istiadat dan budaya, maupun kelompok "sana-sini" alias apa pun bisa.

Ada pula kelompok singa penyanyi, rupanya kelompok ini datang dari pulau seberang.

Ketika malam tiba, singa-singa dalam kelompok penyanyi selalu melantunkan lagu yang sangat melankolis dan meratap. Namun, pada waktu pagi hingga petang, mereka selalu menyanyikan lagu-lagu perjuangan yang membakar semangat.

Ternyata dari sekian kelompok, ada kelompok "bawah tanah" yang revolusioner dan radikal. Mereka selalu merencanakan cara untuk bisa meloloskan diri dari penjara tersebut. Bahkan, jika ada kelompok singa yang mencoba menghalangi atau berkhianat, mereka segan-segan untuk membinasakannya.

Ketika singa pendatang baru ini melihat situasi dan hiruk pikuk kelompok minat dan bakat, dia berjalan-jalan mengelilingi penjara dan melihat ada seekor singa tua duduk termenung di depan sebuah pagar.

Rupanya setiap hari yang dilakukan singa tua ini hanya duduk di dekat pagar tersebut sambil termenung, ia tidak termasuk ke dalam kelompok mana pun dan selalu menyendiri. Merasa penasaran singa pendatang baru ini memberanikan din mendekat dan bertanya, "Mengapa Anda menyendiri? Tidak terlibat dalam kelompok yang ada?"

Dengan tenang singa tua itu berpesan, "Dik, jangan masuk ke kelompok mana pun. Makhluk makhluk bodoh itu sibuk dengan segala macam hal, tetapi tidak dengan hal yang paling hakiki!"

"Apa hal yang hakiki itu, Pak?" tanya si pendatang baru ini penasaran. "Mempelajari hakikat pagar!" jawab singa tua itu bijak.

Hidup manusia terkadang begitu disibukkan dengan hal-hal yang sifatnya tidak penting dan prinsip sehingga hasil yang ditampilkan pun tidak optimal.

Ambil contoh, dengan memiliki sejumlah uang kita lebih mudah untuk membeli yang kita inginkan daripada apa yang sebenarnya dibutuhkan. Begitu memasuki pasar swalayan, ternyata banyak barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan malah masuk daftar belanjaan yang harus dibayar di kasir.

Bagi seorang pemimpin misalnya, yang terpenting adalah bagaimana supaya seluruh pengikutnya mengikuti perintah untuk penyelesaian tugas. Tidak peduli sang pengikut rela atau tidak.

Padahal, hakikat kepemimpinan adalah kemampuan untulk memengaruhi yang lebih diutamakan secara persuasif -tidak semata-mata perintah- sehingga orang lain mau mengikutinya dengan senang hati.

Demikian pula bagi seorang staf, tidak mudah meremehkan pimpinannya yang mungkin tidak memiliki kompetensi seperti dia.

Pada hakikatnya pemimpin adalah pemimpin dan staf adalah staf. Staf mengikuti saran dan arahan pemimpin, seandainya kurang tepat maka dapat didiskusikan lebih lanjut. 

Mengetahui hakikat, posisi, dan peran masing-masing dalam organisasi akan membuat organisasi itu kuat dan tertata dengan baik sehingga memiliki daya saing yang tinggi untuk berkompetisi dengan perusahaan atau organisasi lain.

Ketika menghadapi masalah dengan berbagai kemungkinan penyelesaian, tidak jarang solusi yang diberikan tidak menyentuh substansi penyelesaian masalah.

Ambil contoh, ketika seorang anak demam, solusi yang diberikan orang tua hanya sebatas pada pemberian obat penurun panas. Padahal hakikat dari demam adalah adanya infeksi tubuh yang disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu.

Dengan mempelajari hakikat ini, kita dapat mengetahui akar penyelesaian masalah dan solusi yang tepat, misalnya dengan pemberian anti biotik tertentu.

Kita pun dapat mengambil contoh dari aktivitas profesional. Misalnya, seorang tenaga penjual hanya berpikir bahwa yang penting dagangannya laku, tidak peduli bagaimana perasaan si pembeli terhadap tingkah laku menjualnya.

Alhasil banyak pembeli merasa terkecoh dan kapok membeli barang darinya. Bahkan, tidak jarang yang berpikir bahwa itulah yang pertama dan terakhir kalinya ia berhubungan dengan penjual tersebut.

Padahal hakikat transaksi penjualan adalah tercapainya kesepakatan di mana penjual dan pembeli sama-sama diuntungkan dan merasa senang. Apalagi dengan mempelajari hakikat menjual dari sudut arti katanya, bahwa menjual (sell) berasal dari bahasa Islandia (Selja) dan bahasa Anglo-Saxon (Syllan) yang sama-sama. 

Singkatnya, menjual berarti memberi dan melayani.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa ketika mempelajari hakikat, pada dasarnya kita sedang mempelajari prinsip-prinsip yang sedang berlaku atas peristiwa yang sedang terjadi.

Jadi, tidak berlebihan jika Ralph Waldo Emerson mengatakan, "Jika Anda hanya mempelajari metode-metode, Anda akan terikat dengan metode-metode itu. Namun, jika Anda mempelajari prinsip-prinsip, maka Anda dapat merancang metode-metode Anda sendiri."

Ketika berhadapan dengan masalah, apa pun itu, saatnya kita mengingat kembali dan merenungkan apa sebenarnya hakikat dari semua yang terjadi.

Dengan demikian, kita akan fokus ketika mengidentifikasi dan menyusun langkah-langkah penyelesaiannya. Hasil yang diharapkan pun akan optimal, efektif, dan efisien. 

Tidaklah dapat dipung kiri lagi bahwa untuk terbiasa dan mahir dalam menemukan hakikat ini diperlukan "jam terbang" yang berkesinambungan.

Beberapa langkah yang mungkin dapat dibangun mulai sekarang adalah dengan menghilangkan kebiasaan reaktif ketika menghadapi sesuatu. Jangan langsung memberikan reaksi terhadap sesuatu (yang biasanya) mengganggu kenyamanan kita.

Beri kesempatan kepada diri untuk diam sejenak (mungkin beberapa detik/menit) sebelum memberikan respon terhadap apa yang terjadi. Dengan memberikan waktu sejenak kepada diri sebelum bereaksi, otak akan berpikir realistis dan dapat menyeimbangkan dengan kondisi emosi yang mungkin saat itu sedang bergolak.

Katakanlah, suatu hari kita menerima SMS yang kurang berkenan dan cenderung menyakitkan hati. Kita bisa langsung bereaksi atau menunggu beberapa saat untuk kemudian membalas SMS tersebut.

Dari kedua sikap tersebut, respon yang diberikan pasti berbeda.

Hal kedua, untuk mempelajari hakikat adalah berusaha serius dalam menghadapi masalah sekecil apa pun. Hal ini akan membuat kita mampu menyusun langkah-langkah berpikir dengan cermat dalam merespon dan mencari penyelesaiannya.

Belajar dari banyak orang, sering membaca buku merupakan cara-cara yang dapat direkomendasikan untuk mengembangkan kemampuan mencari hakikat ini.

Seorang ahli bahkan mengemukakan bahwa dengan rajin mendokumentasikan (mencatat) setiap masalah yang dihadapi dan menulis rencana penyelesaiannya, kita akan mampu menemukan inspirasi dalam menghadapi sesuatu di kemudian hari. 

Selamat menemukan hakikat!