BURUNG CANADA

John C. Maxwell dalam Your Roadmap for Success menuturkan kisah tentang seekor burung Canada yang agak repot jika harus migrasi ke selatan untuk menghadapi musim dingin.

Kepada diri sendiri dia berkata, "Aku pasti bisa menghadapi musim dingin, toh banyak hewan lain mampu melewatinya. Jadi, mengapa harus pindah?"

Akibatnya, manakala burung-burung lainnya berbondong-bondong terbang menuju Amerika Selatan yang hangat, dia tetap tinggal dalam dekapan musim dingin yang semakin menusuk. Menjelang akhir November, si burung Canada mulai menyesal sebab udara dingin semakin menusuk-nusuk tubuhnya.

Tidak pernah dia merasakan kedinginan seperti itu. Tidak hanya itu, dalam kondisi seperti itu dia pun tidak berhasil menemukan makanan. Akhirnya dia sadar bahwa kalau tidak segera pergi dari sana, dia tidak akarn bisa bertahan. Maka dia pun mulai terbang sendirian ke arah selatan.

Setelah beberapa lama terbang, turunlah hujan. Tetesan air hujan di musim dingin itu pun mengenai sekujur tubuh si burung Canada, lalu membeku di kedua sayapnya.

Dia pun sadar bahwa tidak mungkin terbang lebih lama lagi. Dia tahu bahwa dirinya akan mati membeku jika terus terbang melawan hujan di musim dingin.

Dia pun akhirnya mengambil keputusan untuk segera mendarat dan landing tepat di sebuah kandang sapi. 

Sementara dia tergeletak kelelahan, lewatlah seekor sapi melangkahinya lalu membuang hajat persis di atas si burung Canada. Tak ayal, si burung malang itu pun benar-benar jijik dengan benda bau yang menimpa dirinya tersebut.

Dia mulai menggerutu, "Sudah mau mati, ditimpa tangga pula!"

Apa daya, dia pun bersiap untuk mati karena tidak tahan dengan bau kotoran sapi yang menimpa dirinya tersebut. Akan tetapi, kira-kira dua menit kemudian ternyata dia masih mampu menahan dan menarik nafas. Sepertinya sang burung mulai menemukan suatu keajaiban, perlahan-lahan tubuhnya mulai hangat dan es-es yang melekat di tubuhnya mulai mencair. Otot-ototnya tidak kaku dan mulai dapat digerakkan. Dia sudah mula lupa dengan bau di badannya.

Sebaliknya, rasa suka cita memenuhi dirinya karena ia sadar bahwa dirinya masih hidup. Dia pun tampak kegirangan dan mulai bernyany-nyanyi.

Ketika itulah, seekor kucing tua yang sedang berbaring ditumpukkan jerami di kandang tersebut mendengamya bernyanyi. Kerinduan sang kucing pada suara burung yang telah sekian lama tidak didengarnya terasa terobati. Lalu dengan rasa penasaran dan ingin tahu yang mendalam, si kucing beranjak dari tumpukan jerami, hingga dilihatnya seekor burung sedang bernyanyi-nyanyi.

Sang kucing pun menghampirinya, kemudian mengeluarkan si burung Canada dari kotoran sapi tersebut dan penasaran dan ingin tahu yang menmembersihkannya lalu... memakannya! 

Ada beberapa pelajaran yang menarik dari kisah burung Canada di atas. 

Pertama, tidak semua yang mengotori kita adalah musuh dalam kehidupan kita. Terkadang kita sudah melakukan penilaian kotor terhadap seseorang, namun pada kenyataannya secara tidak langsung orang tersebut sudah menjadi jalan untuk keberhasilan kita. Itulah sebabnya, dalam hidup ini kita diimbau untuk tidak langsung dan serta merta memberikan penilaian buruk kepada seseorang hanya karena ia pernah "kotor" dalam hidupnya.

Hal ini dalam hubungan manusiawi dikenal dengan efek bias, di mana jika seseorang sudah bertindak kotor terhadap orang lain, maka kita pun cenderung memusuhi yang bersangkutan. Padahal, mungkin dia tidak seburuk yang kita duga.

Kedua, ternyata tidak semua yang membersihkan kotoran tersebut adalah rekan kita. Banyak upaya yang dilakukan terkesan menolong kita, namun sebaliknya justru menjatuhkan. Di depan kita terkesan begitu baik dan sangat simpatik, namun di belakang sebenarnya dia tidak lebih dari musuh dalam selimut. Itulah sebabnya, menilai seseorang tidak dapat dilakukan dari sekadar melihat penampilan luar atau kebaikan yang tampak dari luar saja.

Alangkah bijaksananya jika kita pun mampu menelusuri ada apa dibalik tingkah laku dan penampilan demikian. 

Perilaku manusia ibarat gunung es, ada bagian dalamnya secara psikis sulit diketahui sesaat tentang apa yang melatarbelakangi tingkah laku tersebut, demikian ungkap pakar psikoanalisis, Sigmund Freud.

Dalam kehidupan berorganisasi dan perusahaan, faktor relasi memegang peranan besar, baik dalam arah membangun maupun arah yang menghancurkan, terlepas apakah dia seorang pimpinan maupun staf pelaksana.

Ada yang berperan sebagai penyulut kebakaran, yakni mereka yang terus membakar dan mendorong motivasi kita untuk maju dan mengembangkan perusahaan. Merekalah yang dikenal dengan motivator dan merasa bangga jika orang lain lebih maju dari dirinya.

Ada pula yang berperan memainkan sebagai pemadam kebakaran, merekalah yang selalu berusaha untuk mematahkan semangat orang lain untuk maju. Di matanya, hanya dialah yang berhak untuk maju dan mencapai prestasi tertinggi.

Untuk menghadapi dua pelajaran di atas, tidak ada cara lain selain kita meningkatkan kompetensi diri dan ketakwaan kepada Sang Pencipta. Kompetensi memungkinkan kita untuk tampil profesional dan objektif dalam mengembangkan diri dan perusahaan. 

Hubungan yang harmonis akan terasa berbobot jika dibarengi dengan aktualisasi potensi diri yang optimal. Pada akhirnya, dapat dipisahkan mana yang menjadi kepentingan diri, mana yang menjadi kepentingan perusahaan. 

Ketakwaan membuat penyerahan diri kita secara total kepada Sang Pencipta. Sang Khalik lebih berkuasa dari apa pun maka Dia-lah yang mengatur segala sesuatunya. Dengan demikian hidup akan terasa bermakna dan indah, sekalipun mungkin sekeliling kita tidak menyenangi kehadiran kita.