PANJAT PINANG

Dalam suasana acara Tujuh Belas Agustusan peringatan Hari Kemerdekaan RI), salah satu atraksi yang menarik untuk disaksikan adalah panjat pinang.

Satu tim secara bersama-sama memanjat pohon pinang yang sudah dibersihkan dan dilumuri oli (minyak gemuk) untuk memperebutkan serangkaian hadiah yang sudah tergantung di atasnya.

Tidak jelas penelitian yang mengungkapkan dari mana permainan ini dimulai. Akan tetapi, satu hal yang jelas, melalui permainan ini tampak kerja sama yang solid, motivasi yang jelas untuk memperebutkan hadiah, dan sorak-sorai penonton yang sangat antusias mendukung orang-orang dalam tim terebut.

Banyak hal yang bisa dipetik dari atraksi panjat Pinang ini.

Panjat pinang dapat dilukiskan sebagai upaya manusia untuk menggapai cita-cita dan aspirasinya.

Aspirasi dan tujuan hidup merupakan tujuan yang membawa manusia tahu dan laki-laki apa yang sedang dikerjakannya saat ini.

Manusia yang malang di dunia ini, bukan mereka yang tidak memiliki uang, yang mereka tidak punya tujuan dalam perjalanan.

Upaya memenangkan cita-cita tersebut tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus melibatkan orang lain dalam relasi yang harmonis.

Tampak pembagian tugas yang jelas, ada yang sebagai penahan beban di bawah, ada yang tugasnya menghilangkan oli yang licin, dan ada yang siap di atas untuk mendapatkan hadiah-hadiah yang bergantung.

Jika dicermati lebih jauh, lebih baik daripada itu, seluruh tim seolah-olah bekerja sama. Pada kenyataannya banyak peserta yang tidak menyadari bahwa mungkin  maksud hatinya menolong rekannya supaya sampai di atas, namun yang terjadi adalah menarik menarik kembali ke bawah.

Disadari atau tidak, dalam kehidupan ini pun demikian, teman yang dikira teman akhirmya malah menjatuhkan. 

Memang diperlukan kejernihan dan niat yang tulus untuk menggapai cita-cita dalam kerja sama agar diperoleh dukungan yan dan kuat dari lingkungan.

Itulah sebabnya, peran dan dukungan keluarga sangat penting dalam upaya merealisasikan mimpi-mimpi menjadi kenyataan yang proporsional.

Panjat pinang menggambarkan kehidupan manusia yang turun naik, tidak stabil dan seimbang.

Ada kalanya seseorang berada dalam puncak karier dan kekayaan, namun ada kalanya berada pada titik terendah dalam hidup.

Ada yang sukses materi, namun gagal dalam mendidik anak-anaknya.

Ada pula yang gemilang dalam karier, namun kering dalam kehidupan spiritual.

Itulah sebabnya tidak ada yang konstan dalam kehidupan ini. Mengucap syukur untuk setiap anugerah kehidupan yang dinikmati setiap hari merupakan langkah yang paling baik untuk bisa melalui kehidupan ini dengan penuh kebahagiaan.

Jika kejayaan dan ketenaran tidak ada yang konstan, maka penderitaan dan kegagalan pun demikian, tidak ada yang bertahan selama-lamanya. Semua akan berakhir dan berganti dengan yang baru.

Itulah sebabnya Billi PS. Lim mengatakan bahwa keggalan tidak berhenti di kegagalian, dia hanya memampang lewat saja dalam diri manusia.

Bahkan, Thomas A. Edison (si penemu lampu pijar) mengatakan bahwa banyak orang yang gagal adalah orang yang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan kesuksesan saat mereka memyerah.

Oleh karena itu, hidup ini berputar, sudah seyogianya setiap orang saling merendahkan hati dan mengganggap orang lain lebih penting dirinya sendiri. Kunci kerendahan hati inilah yang selanjutnya mendorong seseorang untuk mampu  melayani satu sama lainnya.

Kembali jika kita telaah secara seksama atraksi panjat pinang selalu menempatkan orang yang lebih gesit, lincah, kompeten, dan kreatif pada posisi di atas. Sedangkan yang lainnya, biasannya pada posisi yang mendukung penuh di bawah. Jarang sekali orang berlomba-lomba untuk naik atau menjadi orang yang paling atas.

Tidak ada waktu untuk negosiasi berdasarkan kedekatan hubungan teman untuk menempati posisi di atas. 

Setiap pemain dalam atraksi panjat pinang ini akhirnya sadar diri dan tahu memposisikan dirinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Itulah sebabnya, dalam rangka memajukan perusahaan sudah seyogianya hanya orang-orang yang berkompeten yang siap naik panggung karier.

Tampaknya perusahaan akan sulit bersaing jika selalu menekankan senioritas tanpa didukung oleh kompetensi yang maksimal. 

Perusahaan pun akan tersendat-sendat lajunya, seandainya menempatkan faktor kedekatan dan ewuh pakewuh dalam menata ulang SDM-nya maupun untuk menggeser orang orang yang tidak kompeten.

Sebagaimana halnya panjat pinang, baik yang di atas maupun yang di bawah, baik yang tidak kompeten maupun yang perlu diasah kembali kompetensinya, semuanya memiliki peran masing-masing.

Orang yang di atas tidak mungkin bisa bekerja meraih harapan tanpa dukungan yang di bawah.

Begitu pun sebaliknya, orang yang di bawah tidak mungkin bisa meraih cita-cita organisasi tanpa ada orang yang lebih kompeten dan menjadi pendobrak di atasnya.

Tidak selalu yang kita tabur itu pula yang kita tuai. Kadangkala justru terjadi sebaliknya, kita harus berbesar hati mengizinkan orang lain (penerus) untuk menuai apa yang sudah kita rintis selama ini.

Orang yang menuai pun tidak selalu dia yang telah menabur benihnya, mungkin orang lain sebelum dia.

Oleh sebab itu, diperlukar pengakuan dan penghargaan atas karya-karya orisinalitas orang lain.

Oleh karena itu, tidak ada orang yang merasa dirinya lebih penting dalam memajukan perusahaan.

Dalam era persaingan seperti saat ini, tidak tepat rasanya jika masih ada segelintir individu yang menganggap korsanya lebih penting dari yang lain. Tinggal bagaimana kita menempatkan orang-orang yang tepat pada tempat yang tepat supaya terjadi pelipatgandaan manfaat kompetensi. 

Selamat meraih cita-cita hidup.