
BIJI KOPI
Sediakanlah tiga buah panci berisi air, lalu letakkan di atas tungku atau kompor. Setelah itu, masukkan beberapa wortel ke dalam panci yang pertama, lalu telur di panci yang kedua, dan serbuk kopi di panci yang ketiga. Kemudian panaskan ketiga panci berisi air yang sudah disi dengan wortel, telur, dan kopi tadi selama 15 menit.
Setelah 15 menit, angkatlah masing-masing benda tersebut dari panci, kemudian lihat apa yang terjadi.
Wortel yang tadinya keras, setelah dipanaskan selama 15 menit menjadi lembek. Telur yang tadinya lembut, setelah dipanaskan menjadi keras. Sedangkan kopi tetap kopi, namun justru memberi keharuman dan warna pada air dalam panci tersebut.
Apa arti percobaan tadi?
Panci dan air yang dipanaskan melambangkan permasalahan yang kita hadapi sehari-hari. Sedangkan ketiga benda di dalamnya menunjukkan sikap mental kita setelah menghadapi permasalahan tersebut.
Wortel, melambangkan seseorang yang tadinya tegas dan teguh pada pendirian serta nilai-nilai hidup. Selalu berusaha untuk jujur dan siap bekerja keras. Namun, setelah menghadapi permasalahan hidup, tekanan lingkungan maupun keadaan keluarga yang morat-marit membuat dia memiliki mental yang lemah, tidak berani mengambil keputusan sehingga konsep dirinya pun berubah.
Seorang kolega dalam bidang pelatihan pernah bercerita tentang seorang klien yang awalnya tampak rajin, memiliki integritas, dedikasi yang tinggi, kejujuran, taat pada aturan, dan berani menegakkan kebenaran. Akan tetapi, setelah menghadapi terpaan badai dalam kariernya -seharusnya dia menduduki namun ternyata malah orang lain yang terpilih-membuat dirnnya berubah.
Perubahan yang muncul memang tidak sekaligus.
Berawal dari kehilangan prinsip, apatis, sangat takut untuk mengambil keputusan, terakhir mulai tampak menjadi suatu posisi, safety player (mencari amannya saja secara pribadi). Telur, melambangkan seseorang yang tadinya lemah lembut, mengerti perasaan orang lain, dan memiliki hati yang mau melayani. Namun, karena diterpa permasalahan besar dan bertubi-tubi membuatnya menjadi mudah tersinggung, keras kepala, dan egois.
Seorang pasien di sebuah perusahaan pernan bertutur tentang dokter perusahaannya. Ketika masth menjalankan fungsinya sebagai dokter, keramahan sang dokter dapat mempercepat kesembuhan, senyumnya menyejukkan hati dan waktu yang diberikan untuk berkonsultasi sangat banyak. Namun, sewaktu yang bersangkutan diangkat dalam jabatan struktural tertentu, seluruh kelemahlembutan tersebut sirna ditelan jabatan dan kesibukan.
Hal seperti itu juga terjadi dalam sebuah keluarga. Seorang ayah yang tadinya begitu ramah dan lemah lembut kepada istri, anak, serta keluarga, sejak memegang jabatan tertentu berubah menjadi mudah tersinggung, ketus, dan tidak ada waktu lagi untuk keluarga.
Kopi, melambangkan eksistensi diri yang tidak berubah sekalipun beban permasalahan menghimpit dan menekan sedemikian rupa. Ketika masuk dalam "dapur penderitaan", yang bersangkutan justru mampu memberikan warna dan keharuman bagi lingkungannya. Dia tidak mengeluh dengan per masalahan yang dihadapi.
Dari mulutnya tidak keluar ucapan-ucapan yang menggerutu dan apatis. Sekalipun menghadapi persoalan yang demikian berat, dia tetap optimis bahkan mau berbagi pengalaman agar orang lain tidak mengalami hal serupa.
Setiap orang pasti mengalami permasalahan dan beban hidup yang silih berganti, baik dalam urusan pekerjaan, keluarga, maupun kehidupan pribadi.
Ada orang yang begitu menghadapi pergumulan hidup malah dikendalikan oleh permasalahannya sendiri. Akan tetapi, ada pula orang yang bersyukur dengan permasalahan yang muncul, sebab menurutnya justru kondisi itulah yang dapat menjadi satu jalan untuk mengeluarkan potensi din yang sesungguhnya.
Seorang rekan pernah bertutur tentang kesedihan dan kekecewaannya, karena dalam urusan karier ia dijegal oleh temannya sehingga harus dimutasi ke tempat yang tidak sesuai. Lama kelamaan dia melihat bahw a ternyata permasalahan yang dialaminya merupakan jalan terbaik untuk lebih lama berkumpul dengan keluarga, karena dalam jabatan yang lama dia sering keluar kota.
Ketika permasalahan muncul, cara pandangnya telah menggiringnya untuk menjadi biji kopi yang bisa memberi keharuman bagi keluarga dan lingkungan kerjanya yang baru. Mau jadi wortel, telur, atau kopi semuanya tergantung dari bagaimana kita merespon permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini.
Ziggy pernah mengungkapkan kisah sebuah mawar. Diungkapkan bahwa, "Anda bisa mengeluh karena mawar berduri atau bersukacita karena duri berbunga mawar".
Di belahan dunia yang lain, ada tumbuhan yang berbunga ungu, namanya Natnitnole. Tumbuhan ini selalu tumbuh di sela-sela kerikil, terutama di jalan menuju rumah.
Setiap pagi, di sekitar rumah tersebut selalu menyebar keharuman sehingga sang kerikil yang ada disela-selanya bertanya kepada sang tumbuhan. "Mengapa engkau selalu terseryam setiap pagi dan berharum ria"
Bunga Natnitnole menjawab, "Saya bersyukur setiap pagi tuan rumah berjalan melalui jalan kita ini dan setiap pagi pula saya mngeluarkan bunga yang baru. Hal ini terjadi, karena setiap jejak kaki yang diinjakkan oleb sang empunya rumah telah meremukkan mahkotaku, dan karena itulah saya mengeluarkan keharuman sebagaimana yang engkau rasakan aromanya saat ini".
Demikian pula orang-orang di sekeliling kita, mereka mengharapkan keharuman dan warna indah yang dikeluarkan dari dalam diri kita ketika menghadapi gelombang permasalahan yang sepertinya sulit berakhir.
Apa sesungguhnya yang diharapkan anak-anak dari orangtuanya?
Kesan seumur hidup yang dapat mereka ingat dari orangtuanya adalah ketika menghadapi permasalahan hidup, orangtua nampu menjadi biji kopi bagi keluarganya.
Bukan harta yang banyak, bukan pula jabatan yang silih berganti sehingga terkesan "di sini senang, di sana senang, di mana-mana hatiku senang" Melainkan keteladanan yang diberi, terutama ketika sang ayah dan ibu menghadapi pergumulan hidup.
Ungkapan yang keluar bukan hanya menggerutu dan mengeluh namun tetap optimis dengan mengajak seluruh omponen keluarga bersandar kepada Sang Pencipta yang mengatur segala sesuatu.
Perusahaan kita saat ini pun demikian, bisa jadi telah berperan sebagai tungku panas dengan panci yang berisi air mendidih, penuh dengan permasalahan-permasalahan yang sepertinya tidak kunjung berhenti.
Bagaimana kita yang berada di dalamnya? Mau menjadi "wortel", "telur", "biji kopi".
Saat ini perusahaan tidak hanya membutuhkan manusia-manusia yang kompeten dalam menyelesaikan pekerjaannya, tetapi membutuhkan juga manusia-manusia yang sanggup menjadi biji kopi ketika berkutat dengan beban dan masalah kerjanya.
Karyawan dan pejabat "biji kopi" yang mampu mengharumkan keharuman citra perusahaan melalui ungkapan-ungkapannya yang optimis, bukan sekedar kritikan dan cercaan tanpa berbuat apa-apa.
Maka, jadilah "biji kopi"!