PETUAH SANG GURU
Seorang Guru, di depan siswanya memulai materi pelajaran dengan menaruh toples yang bening dan besar di atas meja.
Lalu sang guru mengisinya dengan bola tenis hingga tidak muat lagi.
Beliau bertanya: "Sudah penuh?"
Siswa menjawab: "Sudah penuh".
"Ooooo tunggu...", Lalu sang guru mengeluarkan kelereng dari kotaknya memasukkannya ke dalam toples tadi.
Kelereng mengisi sela-sela bola tenis hingga tidak muat lagi.
Beliau bertanya: "Sudah penuh?"
Siswapun menjawab: "Sudah penuh".
Kemudian sang guru mengeluarkan pasir pantai dan memasukkannya ke dalam toples yang sama. Pasir pun mengisi sela-sela bola dan kelereng hingga tidak bisa muat lagi. Semua sepakat kalau toples sudah penuh dan tidak ada yang bisa dimasukkan lagi ke dalamnya.
Tetapi, terakhir sang guru menuangkan secangkir air kopi ke dalam toples yang sudah penuh dengan bola, kelereng dan pasir itu.
Sang Guru kemudian menjelaskan bahwa: "Hidup kita kapasitasnya terbatas seperti toples. Masing-masing dari kita berbeda ukuran toplesnya."
Bola tenis adalah hal-hal besar dlm hidup kita, yakni tanggung-jawab terhadap Allah, orang tua, istri/suami, anak-anak, serta sandang, pangan, papan dan kesehatan.
Kelereng adalah hal-hal yang penting, seperti pekerjaan, kendaraan, sekolah anak, gelar sarjana, dll.
Pasir adalah yang lain-lain dalam hidup kita, seperti olah raga, rekreasi, Facebook, WA, dll.
Jika kita isi hidup kita dgn mendahulukan pasir hingga penuh, maka kelereng dan bola tennis tidak akan bisa masuk. Berarti, hidup kita hanya berisikan hal-hal kecil. Hidup kita habis dengan rekreasi dan hobby, sementara Allah dan keluarga terabaikan. Naudzubillah mindzalik.
Jika kita isi dengan mendahulukan bola tenis, lalu kelereng dst seperti tadi, maka hidup kita akan lengkap, berisikan mulai dari hal-hal yang besar dan penting hingga hal-hal yang menjadi pelengkap.
Karenanya, kita harus mampu mengelola hidup secara cerdas dan bijak. Tahu menempatkan mana yang prioritas dan mana yang menjadi pelengkap. Jika tidak, maka hidup bukan saja tidak lengkap, bahkan bisa tidak berarti sama sekali".
Lalu sang guru bertanya: "Adakah di antara kalian yg mau bertanya?"
Semua siswa terdiam, karena sangat mengerti apa inti pesan dlm pelajaran tadi.
Namun, tiba-tiba seseorang nyeletuk bertanya: "Apa arti secangkir air kopi yang dituangkan tadi...?"
Sang guru menjawab sebagai penutup: "Sepenuh dan sesibuk apa pun hidup kita, jangan lupa masih bisa disempurnakan dengan bersilaturahim sambil "minum kopi"... dengan tetangga, teman, kerabat, sahabat yang hebat. Dan jangan lupa sahabat lama".
Saling bertegur sapa, saling senyum bila berpapasan, tidak saling mencurigai, tidak saling suudzon, tidak saling ghibah apalagi fitnah, tidak saling menyakiti, tidak saling menjatuhkan demi jabatan, tetapi saling mengingatkan dalam kebaikan dan taqwa, siapa tahu nanti teman kita itu yang akan mengangkat kita dari neraka dengan izin Allah.
Betapa indahnya hidup ini.