
GARA-GARA LUMPIA
Badrun adalah manajer penjualan dari salah satu perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta.
Sebagai seorang manajer dia sering melakukan kunjungan kerja untuk survei pasar dan pengawasan, wilayah kerjanya adalah daerah Jawa Tengah dan sekitarnya.
Suatu kali, ketika dia menginap di salah satu hotel berbintang di Semarang, saat makan malam dia bertemu dengan general manager hotel tersebut, Su'eb namanya.
Sehabis makan malam mereka berbincang-bincang seputar bisnis.
Perbincangan tersebut melebar, sampai pada pembicaraan seputar makanan.
Rupanya, Badrun sangat menyukai makanan Lumpia Semarang.
Pak Su'eb tampaknya cukup mengerti dengan keinginan Badrun, sesaat kemudian dia pamit sebentar dan datang kembali sambil membawa beberapa lumpia khas buatan dapur hotel tersebut.
Badrun kaget bukan kepalang atas kejutan ini, bahkan di lidahnya lumpia buatan hotel ini memiliki cita rasa yang berbeda dengan lumpia-lumpia di tempat lain yang pernah dinikmatinya.
Di akhir acara makan malam, Pak Su'eb meminta Badrun untuk menghubunginya jika sedang bertugas ke Semarang.
Bulan berikutnya, Badrun kembali mendapat tugas ke Semarang dan menginap di hotel yang sama. Sebelumnya, staf Badrun telah memesankan kamar di hotel tersebut.
Begitu masuk kamar, betapa kagetnya Badrun karena yang diciumnya pertama kali adalah aroma lumpia kesukaannya.
Hatinya kembali tersentak ketika dia melihat lima buah lumpia hangat telah tersedia di atas meja.
Dihampirinya meja tersebut, tak lama kemudian pandangan matanya tertuju pada secarik kertas yang tergeletak tepat di samping piring lumpia.
Luar biasa! Sekali lagi dia tersentak sekaligus diliputi rasa haru.
Di atas kertas putih itu teruntai sebuah kalimat dengan tulisan tangan yang berbunyi: "Selamat datang Pak Badrun. Selamat menikmati lumpia kesukaan Bapak!"
Berikutnya, setiap kali Badrun menginap di hotel tersebut, entah jam berapa pun dia datang, selalu tersedia tiga sampai lima lumpia kesukaannya sebagai makanan selamat datang.
Bertahun-tahun Badrun dinas ke Semarang, tetap menggunakan hotel tersebut sebagai tempatnya menginap, sekalipun harga per kamarnya sudah mengalami kenaikan berkali lipat. Bahkan ketika perusahaannya mengeluarkan peraturan yang membatasi anggaran menginap di hotel, Badrun tetap menginap di sana.
Tak heran jika seorang temannya bertanya, mengapa dia seperti terhipnotis untuk tetap menginap di hotel tersebut sekalipun harus menomboki kekurangan biaya akomodasi dari perusahaannya? Dengan enteng Badrun menjawab "Lumpianya enak!"
Pengertian melayani dengan tulus dimulai ketika kita memikirkan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan diri sendiri tanpa langsung memikirkan apa yang kita peroleh sebagai imbalannya.
Ketulusan dalam melayani ternyata memberikan dampak yang luar biasa bagi orang lain dan bahkan membuat mereka harus kembali lagi untuk berhubungan dengan si pelayan tersebut.
Melayani dengan tulus bukan berarti sepertio lumba-lumba di sirkus.
Lumba-lumba terkenal sebagai salah satu binatang yang cerdas dan penolong, namun ketika masuk ke dalam komunitas sirkus dia memiliki perilaku yang aneh.
Jika diperhatikan, setiap lumba-lumba yang telah selesai melakukan instruksi pelatihnya, dia akan segera menuju ke pinggir kolam untuk memperoleh beberapa ikan kecil sebagai upah.
Jadi, yang dilakukan oleh lumba-lumba tersebut bukan karena panggilan dan tugasnya untuk menyelesaikan pekerjaan, melainkan untuk memperoleh makanan setelah melakukannya.
Boleh jadi, jika hal tersebut tidak dipenuhi oleh sang pelatih, lumba-lumba pun akan merajuk dan tidak mau melakukan aktivitas selanjutnya. Sepintar apa pun, lumba-lumba tentu tidak memiliki akal pikiran sebagaimana layaknya manusia. Dengan demikian, perilakunya tentu harus dimaklumi.
Akan tetapi, jika perilaku tersebut terjadi pada manusia tentu harus menjadi bahan renungan tersendiri, mengingat kita diberikan akal budi dan hati nurani oleh Sang Pencipta untuk menyelesaikan setiap pekerjaan dengan tuntas.
Meskipun demikian, ada yang menarik dalam hal ini. Lumba-lumba ternyata tidak pernah meminta ikan sebagai upah sebelum melakukan tugasnya. Biasanya, mereka hanya meminta ikan setelah melakukan sesuatu.
Mungkin perlu penajaman ulang akan arti kehidupan bagi kita sebagai makhluk yang memiliki derajat tertinggi, terutama bila suatu kali kita khilaf meminta uang muka atau "salam tempel" terlebih dahulu sebelum mengerjakan tugas yang diminta.
Ada kalanya setiap kebaikan dan pelayanan tulus yang diberikan tidak langsung memperoleh efek baiknya. Tidak jarang pelayanan tulus yang diberikan menuai cercaan dari orang lain, bahkan pelayanan yang kita berikan dipersepsi lain yang mengakibatkan kita merasakan seperti "kerja rodi" sementara yang lain enak-enak menikmati hidup.
Jika kita merenungkan lebih jauh, bukankah pelayanan tulus yang diberikan merupakan amal yang tidak ternilai harganya di hadapan Sang Khalik?
Bukankah Sang Pencipta MahaTahu, MahaKaya, dan MahaAdil, serta penuh Kasih Sayang.
Ketika menggunakan ukuran dan standar manusia, maka yang ada adalah kecewa dan frustasi. Namun, ketika ukuran yang dipergunakan adalah standar Ilahi (berdasarkan Kitab Suci dan ajaran agama), maka kita akan melihat dan merasakan betapa pelayanan yang kita berikan dengan tulus kepada orang lain memberikan sukacita tersendiri yang nilainya tidak terhingga.
Lalu, dari mana kita harus memulai melayani dengan tulus?
Melayani dengan tulus dapat dimulai dari keseriusan menekuni dan menjalani profesi, tugas, maupun pekerjaan yang diamanahkan saat ini dengan meletakkan kepentingan orang lain lebih utama dari kepentingan diri sendiri.
Proses ini tentu membutuhkan waktu dan latihan, tidak seperti upaya membalikan tangan.
Perlu dukungan dari semua pihak, termasuk iklim yang dibangun di mana kita berada.
Ungkapan Martin Luther King kiranya patut menjadi renungan, "Jika seseorang terpanggil menjadi tukang sapu jalan, bendaklah ia menyapu jalan sebagaimana Michael Angelo melukis atau Beethoven menciptakan musik atau Shakespeare menulis puisi. Hendaknya ia menyapu jalan dengan sangat baik sehingga segenap isi surga dan bumi serentak menghentikan kegiatan mereka dan berkata, di sini tinggal seorang penyapu jalan yang agung yang menjalankan tugasnya dengan sangat baik."
Selamat melayani dengan tulus!
Sumber: "Setengah Isi Setengah Kosong"