PARASUT TERJUN PAYUNG

Suatu sore, sebuah pesawat Fokker 7 milik salah satu maskapai penerbangan sedang terbang melayang melintasi hutan di seputar Bukit Barisan, Sumatera Utara. 

Di dalamnya terdapat tujuh orang yakni sang pilot, asisten pilot (co-pilot), seorang pejabat, seorang rekanan, seorang staf ahli (think thank perusahaan), seorang pensiunan yang baru saja menikmati uang pensiun pertamanya, dan terakhir adalah seorang pelaksana yang bertugas sebagai asrot (asisten sorot alias click man) yang akan membantu presentasi pimpinannya. 

Semua penumpang sedang menuju Medan untuk kegiatan dinas. 

Rupanya, di luar cuaca sangat tidak bersahabat. Hujan, angin, dan petir menyambar-nyambar sehingga membuat pesawat oleng ke kiri ke kanan. 

Pilot sudah kewalahan dalam mengemudikan pesawatnya, hingga pada suatu waktu diambil keputusan untuk melaporkan kepada menara pengawas terdekat bahwa pesawat akan jatuh. 

Mayday.. mayday!" kata sang pilot melaporkan bahwa pesawat dihadang cuaca buruk dan kemungkinan akan jatuh. 

Benar saja, beberapa saat setelah pilot mengirimkan kawat SOS, tiba-tiba dari bagian belakang pesawat terdengar letupan kecil yang menandakan bagian ekor pesawat kena sambar petir. Semua penumpang diam ketakutan, bahkan banyak yang berdoa memohon keselamatan. 

Beberapa saat kemudian, ruang kokpit terbuka dan keluarlah pilot beserta copilot untuk melaporkan kejadian kepada seluruh penumpang. 

"Saudara-saudara penumpang yang terhormat, saya punya berita baik dan berita buruk. Berita buruknya adalah kita sebentar lagi akan jatuh di hutan belantara yang ada di sekitar Bukit Barisan. Sedangkan berita baiknya, di pesawat ini ada enam parasut.  Saya dan mitra saya (co-pilot) sudah mengambil dua!" 

Sesaat kemudian pilot dan co-pilot membuka pintu pesawat dan melompat menyelamatkan diri. Penumpang masih ada 5 orang lagi yang perlu menyelamatkan diri, sedangkan parasut yang tersisa hanya tinggal 4 buah. 

Tiba-tiba sang pejabat menarik satu parasut sambil berkata, "Saudara-saudara, saya adalah seorang pejabat penting di perusahaan kita, Anda tahu itu. Banyak surat yang menyangkut nasib orang banyak belum saya tanda tangani.  Begitu juga dengan rapat-rapat penting launnya. Kehadiran saya di Medan sangat dinanti-nantikan oleh Gubernur dan seluruh pegawai di sana. Jadi, bagaimana pun saya harus selamat.

Sang pejabat pun lalu melompat menyelamatkan diri. 

Tak ketinggalan rekanannya. Dia mengatakan, "Saudara saudara, sebagai penyalur dan distributor keberadaan saya sangat penting. Barang-barang untuk perusahaan saudara akan tersendat kalau saya tidak ada. Di samping itu, ada begitu banyak orang saat ini sedang menant-nantikan amplop dan transfer rekening dari saya. Kalau saya tidak ada, kasihan mereka."

Lalu ia pun meraih satu parasut dan melompat. 

Demikian pula dengan penumpang berikutnya, seorang staf ahli perusahaan. 

Dia mengatakan, "Uang perusahaan telah habis untuk menyekolahkan saya hingga ke jenjang pasca sarjana. Kehadiran saya sangat berguna untuk memberikan masukan yang berharga bagi direksi dan perusahan.  Hanya sekian orang di perusahaan yang pandainya seperti saya." 

Dengan buru-buru ia pun mengambil parasut dan keluar Melompatlah dia sambil berteriak kegirangan, "Success is never die!" (Sukses tidak pernah berhenti!) 

Tinggallah seorang pensiunan dan staf pelaksana yang terbengong-bengong menatap satu parasut. 

Akhirnya, sang pensiunan berkata, "Anakku, bapak sudah lama hidup dan bahagia bekerja di perusahan. Banyak kesejahteraan yang bapak peroleh selama berkarya diperusahaan. Bahkan, sekarang anak-anak saya sudah jadi "orang" semua. Saatnya sekarang bapak mau berbagi dan memberi kesempatan kepada yang muda. Ambillah parasut ini, biar bapak terjun  bersama dengan pesawat ini nanti" Seru dengan nada mengharukan. 

Mendengar hal ini, si asisten sorot tersenyum dan dengan tenang berkata kepada pensiunan tersebut, "Tenang, Pak. Jangan khawatir Kita masih bisa menyelamatkan diri bersama-sama. Si staf ahli yang pandai tadi tidak menggunakan parasut, melainkan baru saja melompat keluar dengan memakai tas ransel saya yang berisi LCD (infocus

Sifat manusia pada dasarnya adalah cenderung untuk mementingkan kepentingannya sendiri. 

Lihatlah ketika kita menggaruk bagian tubuh yang gatal, ke manakah arah garukan tersebut? Bukankah semuanya mengarah ke jantung? Semua yang enak biasanya terlebih dahulu diarahkan pada diri sendiri. 

Ketika ancaman datang, maka kegiatan untuk menyelamatkan diri juga merupakan bagian dari sifat dasar tersebut. 

Akan tetapi, jika hal ini terus-menerus dan menjadi warna tingkah laku sendiri, maka hal inilah yang dikenal dalam manajemen sebagai safety player (pemain yang selalu mencari keselamatan dirinya sendiri). Internalisasi dari nilai-nilai agama, adat istiadat, dan sistem pola asuh dari orangtua, jika diimplementasikan dengan proporsional, tentu akan membuahkan tingkah laku yang lebih mementingkan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri. 

Ternyata tidak ada korelasi yang positif antara jabatan, uang maupun jenjang pendidikan untuk mau berkorban bagi orang lain. 

Bicara pengorbanan lebih dimotori oleh hati yang mau melayani orang lain. Bukankah Sang Pencipta adalah Mahakaya, Maha Mendengar, Mahatahu, dan Mahakasih.

Tidak ada perbuatan baik yang dilakukan manusia luput dari penglihatan-Nya. 

Demikian pula tidak ada perbuatan (bahkan niatan) buruk yang terhindar dari pengamatan-Nya. 

Pengorbanan yang dilakukan manusia terhadap orang lain tentu akan memperoleh pahala yang setimpal dari Sang Khalik tepat pada waktunya. Menutup refleksi ini, Glenn Clark pernah memberikan nasihat berharga, "Kalau Anda ingin menempuh arak jauh dan cepat, ringankanlah beban Anda. Tinggalkan segala iri, kecemburuan, ketidakrelaan mengampuni, sikap mementingkan diri sendiri, dan ketakutan!" 

Sudahkah kita berikan "parasut" kita kepada orang yang lebih membutuhkan?



Sumber:  "Setengah Isi Setengah Kosong"