SIAPA YANG MENDORONG KITA?
Alkisah seorang warga Jambi yang kaya raya pada suatu malam melangsungkan pesta kebun besar-besaran dengan mengundang rekan, sahabat, dan warga lain di lịngkungannya.
Hajatan itu bertujuan untuk mencari jodoh putri semata wayangnya.
Tidak heran, jika yang diundang kebanyakan keluarga-keluarga yang memiliki anak yang beranjak dewasa.
Di samping itu, banyak juga pemuda yang turut hadir.
Sementara senja beranjak ke peraduannya memasuki malam yang dingin.
Setiap hadirin telah dimanjakan dengan berbagai khas masakan Jambi, seperti semur ikan patin dan gule kambing dengan tempoyak.
Sebagai penutup, selain menyuguhkan tarian khas Jambi, si tuan rumah juga telah menyiapkan kolam yang diisi dengan ular liar berbisa dan buaya.
Tuan rumah menantang para tamunya untuk berenang menyeberangi kolam yang ada di hadapan mereka. Barangsiapa yang berhasil sampai berenang ke seberang kolam, ia akan diberi tiga opsi pilihan hadiah yang dapat mereka pilih.
Pertama, berhak menikahi putri semata wayangnya dengan segala hak waris orangtuanya.
Kedua, memperoleh seratus ribu hektar kebun kelapa sawit yang saat ini siap panen.
Lalu ketiga, berhak atas uang tunai sebesar 100 juta rupiah plus seperangkat perhiasan emas dan berlian.
Tantangan yang menggiurkan itu bertujuan menjaring calon-calon menantu yang berani dan memiliki dedikasi tinggi terhadap keluarga.
Belum selesai si tuan rumah memberi sambutan untuk lomba tersebut, tiba-tiba terdengar bunyi ceburan air yang cukup keras dan disusul oleh gerakan renang yang begitu cepat sepanjang kolam.
Semua mata terpaku takjub dan heran, siapa gerangan orang yang begitu antusias untuk mengikuti pertandingan yang dimaksudkan.
Akhirnya, orang tersebut sampai ke tepian sambil terengah-engah dengan tubuh penuh goresan-goresan.
Dia ternyata seorang pemuda berusia sekitar 28 tahun dengan wajah yang lumayan ganteng.
Sang tuan rumah beserta istri dan putri begitu senang melihat respon proaktif yang diberikan oleh sang pemuda.
Di hadapan seluruh tamu yang hadir, si pemuda, ditanya hadiah apa yang diinginkan, sesuai pilihan opsi yang diberikan.
Si pemuda hanya menggeleng- gelengkan kepalanya.
Dengan penasaran tuan rumah bertanya kembali, "Kalau begitu apa yang Anda inginkan?"
Dengan nafas yang masih terengah-engah si pemuda menjawab dengan mantap, "Saya hanya ingin tahu, siapa yang mendorong saya ke kolam tadi?"
Terkadang dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, diperlukan dorongan (motivasi) yang kuat untuk membuat seseorang lebih berani dalam upaya dia memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Arti mendasar dari dorongan adalah keberanian untuk bertindak.
Pada kenyataannya, banyak individu yang harus ditakut-takuti terlebih dahulu baru dapat produktif.
Mc. Gregor menggambarkan Tipe X untuk karyawan-karyawan yang harus diawasi dulu baru bekerja secara maksimal. Untuk tingkatan tertentu, hal ini sah-sah saja sesuai dengan karakter masing-masing karyawan.
Namun, jika dicermati lebih lanjut, maka sebenarnya hal ini sudah mematikan kreativitas dan daya saing seseorang sehingga ia tidak ubahnya seperti robot.
Di pihak lain, Mc. Gregor menyebut Tipe Y untuk karyawan yang bisa bekerja sendiri tanpa harus diawasi secara ketat.
Karyawan demikian telah merasakan proses pemberdayaan yang tinggi dalam unit kerjanya.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa seseorang bisa saja beralih dari Tipe X ke Tipe Y melalui serangkaian pelatihan dan pembinaan dari atasannya.
Dalam kehidupan keluarga, acapkali ditemukan seorang anak memiliki potensi yang luar biasa untuk mengikuti pelajaran di sekolahnya. Namun, kenyataannya nilai raport yang diterima tidak memuaskan.
Seorang karyawan diketahui melalui pemetaan kompetensi ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan di unit kerjanya, justru dalam penilaian kinerja tidak menunjukkan keadaan dia yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, orang tua maupun pemimpin perlu memberikan 'trigger' (pemicu) untuk mereka sadar akan potensi yang dimilikinya.
Acapkali seseorang langsung memvonis "tidak bisa" padahal belum mencoba, atau tidak bersedia sekalipun sudah diberikan berbagai macam peralatan yang memadai.
Pemicu ini dapat berupa dorongan dan menakutkan (fear motivation) seperti dikenakan sanksi jika tidak menggunakan peralatan pengamanan kerja, ditilang jika tidak mengenakan sabuk pengaman, tidak boleh bermain kalau tidak menyelesaikan PR terlebih dahulu, maupun dorongan inspiratif (inspiring motivation), seperti memberikan arahan/cerita-cerita atau memberikan teladan dengan terlebih dahulu si pemberi tugas melakukannya.
Meskipun para ahli mengatakan bahwa yang efektif adalah dorongan inspiratif, namun sebenarnya sifatnya sangat situasional tergantung dari karakteristik karyawan atau anak serta kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan.
Dorongan-dorongan yang ada dalam diri untuk berkarya akan mewarnai sejauh mana profesionalisme seseorang.
Itulah sebabnya seorang profesional tidak hanya tahu dan ahli terhadap sesuatu, melainkan juga seseorang yang dapat melakukan pekerjaan terbaiknya saat dia merasa tidak ingin melakukannya.
Sumber: "Setengah Isi Setengah Kosong"