
TUGU
Di negara bagian Alabama, Amerika Serikat, terdapat sebuah kota yang terkenal sebagai penghasil kapas terbesar di Amerika. Perkebunan kapas nan luas menjadi ciri khas sekaligus kebanggaan kota tersebut. Tidak heran pula, jika kapas telah menjadi sumber penghidupan utama bagi sebagian besar penduduk kota itu.
Hingga suatu waktu, seekor kumbang kapas Meksiko terbawa ke daerah itu. Kumbang kapas Meksiko yang ganas ini bertelur dan membuat koloni kumbang pemusnah kapas. Tak ayal lagi, serbuan kumbang kapas Meksiko akhirnya membuat semua tanaman kapas di kota itu musnah.
Semua orang berduka, kebanggan kota telah lenyap dan pendapatan mereka telah hilang.
Ketika itu, tampaknya tidak ada penduduk kota yang tidak larut dalam kesedihan. Begitu banyak pertanyaan, kekecewaan, dan ketidakmengertian atas apa yang terjadi.
Mengapa sesuatu yang begitu baik, sesuatu yang menjadi andalan, pusat kebanggaan, bahkan sumber kehidupan harus dihancurkan oleh sesuatu yang terlihat kecil?
Sungguh luar biasa! Beberapa tahun kemudian, di kota tersebut berdiri sebuah tugu.
Lebih luar biasa lagi, di atas tugu megah itu terdapat patung kumbang kapas. Rupanya penduduk kota telah sepakat untuk menjadikan kumbang kapas sebagai lambang kota itu.
Lantas, mengapa kumbang pembawa tersebut malah mendapat kehormatan sebaga simbol kota tersebut? Ternyata, masa-masa sulit yang dialami penduduk karena perkebunan kapasnya musnah telah menjadi momentum untuk berbalik arah.
Ketika para petani kehilangan tanaman kapas yang menjadi andalan mereka, ternyata menjadi sat yang tepat bagi mereka untuk menanam tanaman lain. Petani kota di negara bagian Alabama itu mulai menanam sayuran dan buah-buahan.
Hasilnya, ternyata teramat menakjubkan! Hingga saat ini kota tersebut menjadi penghasil buah dan sayuran terbesar di Amerika Serikat.
Kehidupan manusia merupakan irama musik yang demikian indah dengan tangga nada yang berubah-ubah, namun tetap dalam harmonisasi yang ideal sepanjang mengikuti nurani yang hidup.
Apa yang sat ini membuat kita bisa hidup aman dan nyaman merupakan hanyalah bersifat sementara. Jabatan diibaratkan baju yang dikenakan kepada kita, yang setiap saat bisa dilepas.
Harta dan fasilitas laksana kartu debet yang cepat atau lambat akan berkurang. Anak dan keluarga merupakan titipan Ilahi yang kelak harus kita pertanggungjawabkan.
Seluruh kesenangan maupun kedukaan apa pun yang kita nikmati saat ini, sifatnya memang sangat sementara. Semua pasti berubah dan berganti. Cepat atau lambat, siap atau tidak siap, semua yang kita nikmati bisa saja hilang seketika.
Musibah tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, tampaknya wajib dijadikan sebagai bahan renungan yang mendalam.
Biasanya, sebagian orang tidak siap menghadapi perubahan mendadak yang dapat mengganggu kenyamanannya dalam hal apa pun. Dalam kondisi seperti itu, pertanyaan yang sering muncul adalah: "Mengapa?" bukan "Bagaimana selanjutnya?"
Masa pensiun yang datangnya terasa begitu cepat, sakit berkepanjangan, mutasi yang mendadak, anggota keluarga yang terlibat narkoba dan free sex atau bahkan kehilangan orang orang yang dikasih. Mungkin semua itu bisa menjadi "kumbang ganas" yang dapat memporak-porandakan kenyamanan selama ini.
Reaksi penolakan merupakan hal yang manusiawi, namun kejernihan berpikir akan membantu kita melihat masalah tersebut dengan objektif dan berusaha untuk bangkit.
Jadi, mengapa harus berlama-lama merenungi sesuatu yang tidak bisa diubah. Bukankah tragedi kehidupan muncul bukan karena hidup berakhir sedemikian cepat, melainkan karena kita menunggu terlalu lama untuk memulainya.
Dari sekian banyak tantangan hidup yang kita alami, pasti ada bagian-bagian yang masih bisa kita ubah, setidaknya diri kita sendiri dalam merespon segala sesuatu yang terjadi.
Sebuah nasihat dari ilmuwan India, Dr Manmohan Singh, tampaknya patut untuk diingat. Beliau bertutur, "Tuhan menganugerahiku ketenangan untuk menerima hal-hal yang tidak dapat kuubah, keberanian untuk mengubah hal-hal yang dapat kuubah, dan kebajikan untuk mengetahui perbedaannya".
Kehidupan terbentuk bukan karena kita memegang kartu yang baik, melainkan karena memainkan dengan baik kartu yang kita pegang.
Berarti yang penting bagaimana kita "memainkan" kehidupan ini dengan cantik dan harmonis dalanm koridor dinamika suka dan duka. Dengan demikian, apa yang dikira masalah dan beban justru dapat menjadi media yang baik untuk melakukan transformasi diri.
Begitu transformasi sudah terjadi, kita akan bersyukur kepada Sang Pencipta akan hadirnya goncangan tersebut, karena sesungguhnya membuat kehidupan kita menjadi lebih baik lagi. Bahkan, kenangan peristiwa yang telah mengubah arah hidup kita dapat dijadikan sebagai tugu peringatan hidup yang manis.
Cara pandang yang optimis memang akan membuat hidup kita tegar dan tabah serta senantiasa penuh harapan.
"Jika kita ingn melihat pelangi yang indah, kita barus bersabar menanti redanya hujan," demikian Promod Brata bersenandung dalam bukunya Born to Win (2002).
Dalam kejernihan hati dan fantasi kreatif, masalah perusahaan bisa kita jadikan sebagai tugu peringatan sekaligus simbol transformasi menuju ke arah yang lebih profesional dan memiliki keunggulan bersaing secara proporsional.
Sumber: "Setengah Isi Setengah Kosong"