TIKUS

Seorang pilot sedang terbang melintasi gurun pasir Arab dan mendarat di sebuah oasis untuk mengisi bahan bakar pesawatnya.

Setelah pesawat nya mengudara kembali, ia pun melintasi daerah yang bergunung-gunung. Tiba-tiba ia mendengar suara "menggerut-gerut" di belakangnya. la menduga beberapa ekor binatang telah berada di dalam badan pesawat itu.

Sang pilot menjadi sangat khawatir, karena ia tahu bahwa jika binatang tersebut menggerogoti kawat listrk yang ada pada instrumen pesawat, maka bisa terjadi kerusakan yang serius pada pesawat. Hal ini pun dapat mengancam keselamatan penerbangan yang dipimpinnya. Sayang, tidak ada tempat untuk mendarat di tempat yang tidak datar tersebut.

Lalu sang pilot mendapat ide. la menambah kecepatan pesawatnya dan mengarahkannya untuk terus naik. Semakin lama semakin tinggi ke angkasa sampai suara yang menggerogoti dan menggerut garut itu berhenti.

Ketika akhirnya mendarat di bandara udara tujuan, ternyata ia menemukan seekor tikus padang pasir yang sangat besar telah masuk tanpa diketahui ketika ia sedang mengisi bahan bakar di oasis tadi.

Namun, kini penumpang gelap yang tidak dikehendaki tersebut telah mati. Karena sudah terbiasa hidup di gurun pasir, tikus tersebut tidak mampu bertahan hidup ketika pesawat terbang sangat tinggi.

Tikus, merupakan sejenis binatang pengerat yang tidak terlalu membahayakan namun cukup membuat repot banyak kalangan, dari mulai sahabat-sahabat kita para petani hingga para politikus dan kaum profesional.

Urusan tikus memang tidak pernah berhenti untuk diperbincangkan. Simbol tikus pun ternyata sudah masuk dalam diri seseorang sebagai "hama" yang menghambat pengembangan dirinya dalam meningkatkan kualitas hidup. Tikus memang lebih banyak merusak daripada membangun.

Simbol tikus, secara sadar atau tidak, mungkin telah lama bercokol membentuk kepribadian seseorang sehingga dalam tingkah lakunya akan muncul hal hal yang tidak sepantasnya terjadi.

Keserakahan, ketamakan, haus jabatan, ambisi yang berlebihan, jegal menjegal, ucapan-ucapan kasar dan tidak membangun, fitnah, serta gosip, merupakan bagian dari tikus dalam diri yang mungkin menghambat peningkatan nilai hidup kita sebagai manusia. Siapa yang memasukkan tikus itu ke dalam diri, mungkin menjadi suatu pekerjaan yang sulit untuk menelusurinya.

Walau demikian, karakter bawaan memegang peranan penting disini, kontribusi sistem pola asuh juga ikut andil di dalamnya, pengaruh lingkungan juga turut mewarnai munculnya tikus dalam diri tersebut.

Menilik pada cerita di atas, maka cara yang paling tepat untuk membasmi tikus dalam diri adalah dengan terus naik "terbang tinggi".

Upaya-upaya meningkatkan aktivitas spiritual (keagaman) yang lebih tinggi lagi akan membuat tikus dalam diri tidak tahan dan perlahan-lahan mati. 

Pertanyaan yang sedikit menggelitik mungkin muncul, mengapa ketika aktivitas spiritual berjalan dengan baik dan teratur, namun sang tikus masih ada dalam diri. Jawabnya mungkin sederhana, karena manusia telah memisahkan kehidupan spiritual dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Tikus telah memanfaatkan celah itu untuk masuk. Itulah sebabnya ia terus dan tetap bercokol serta menggerogotinya sehingga membuat seseorang frustrasi dengan dirinya sendiri.

Seorang sufi pernah bertutur, kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kerja, dan masyarakat merupakan cermin dan implementasi dari kehidupan spiritualnya.

Hal lain yang dapat dilakukan untuk membasmi tikus dalam diri adalah dengan terbang tingg bersama kompetensi yang dimiliki.

Pengayaan dan penajaman kompetensi yang dimiliki akan membuat kita jadi tahu apa sebenarnya kemampuan yang dimiliki.

Pengetahuan akan kompetensi diri ini akan memunculkan kesadaran diri tentang posisi yang sebenarnya.

Hal ini setidaknya mampu mengerem laju ambisius yang cenderung mengarah pada keserakahan kita. Dalam skala yang lebih besar (perusahaan), mungkin salah satu cara untuk membasmi tikus-tikus perusahaan yang terus menggerogoti perusahaan adalah dengan terus "terbang tinggi" dalam upaya peningkatan kompetensi SDM dalam perusahaan. Karena tikus tidak tahan dan alergi dengan kompetensi.

Pembinaan aktivitas keagamaan secara berkesinambungan akan mampu menyisir tikus-tikus tersebut. Mungkin pada akhirnya perusahaan perlu predator lain untuk membasmi tikus-tikus ini, yakni "kucing" karena tidak mungkin tikus membasmi tikus. Merangkai nilai hidup hingga akhir hayat merupakan tindakan dan aspirasi yang bijak daripada sekadar mencari harta dan jabatan.

Ketika suatu saat kita meninggalkan dunia yang fana ini, satu pertanyaan yang muncul adalah, apa yang ingin dikenang oleh anak cucu tentang diri kita selama hidup?

Apakah tingginya jabatan yang pernah disandang? Atau harta warisan? Atau kepribadian yang matang searah dengan nilai-nilai spiritual yang diyakini?

Satu hal yang paling menyedihkan adalah ketika seseorang turut membawa serta tikus dalam dirinya menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.

Selagi belum terlambat, inilah saatnya kita mulai membasmi tikus dalam diri. Tentu ada harga yang harus dibayar untuk hal ini, seperti ditolak lingkungan atau pendapatan berkurang.

Namun, bukankah hal itu tidak seberapa penting dibandingkan dengan senyum kemenangan karena bisa membasmi tikus dalam diri ketika kita kembali ke hadirat-Nya.