
BAKAR KAPAL
Julius Caesar adalah komandan perang berhasil merebut pantai Brittania karena strateginya yang cukup unik.
Dalam catatan sejarah, tercatat bahwa ketika Caesar berhasil mendaratkan pasukannya pada tengah malam yang dingin, sang komandan berdiam diri sejenak, sementara pasukannya sibuk merapatkan dan menyembunyikan perahu-perahu yang sudah mereka tumpangi.
Mereka berpikir, setelah pertempurannya selesai akan kembali lagi ke kapal induk dengan menggunakan perahu tersebut.
Namun, betapa kagetnya seluruh pasukan begitu mendengar perintah sang komandan, "Bakar semua perahu yang sudah kamu daratkan!"
Sebagai pasukan yang taat kepada komandan, mereka pun dengan ragu-ragu akhirnya membakar semua perahu sampai hangus. Akhirnya, semua pasukan bertempur habis-habisan, karena mereka berpikir tidak akan kembali lagi. Jadi harus menang atau mau bertempur.
Perjalanan menuju sukses kerap kali diwarnai oleh kekhawatiran sehingga terkadang membuat kita cenderung untuk kembali, bahkan mundur dari pergumulan hidup yang selalu dilalui.
Hal ini pula yang membuat banyak orang mengalami stagnasi pertumbuhan dalam meraih keberhasilan hanya karena takut tidak berhasil atau takut ditolak oleh orang lain.
John C. Maxwell pernah mengatakan, "Kekhawatiran akan menghambat tindakan, tiadanya tindakan menuntun pada tidak adanya pengalaman, tiadanya pengalaman menuntun kita pada ketidaktahuan, dan ketidaktahuan akan melahirkan kekhawatiran".
Jadi, ketakutan jika tidak disikapi dengan baik, justru akan melahirkan sejumlah kekhawatiran baru.
Denis Wairly dalam bukunya Seeds Greatness (1983) memaparkan suatu hasil penelitian yang mengrjutkan. Dikatakan bahwa 60 persen kekhawatiran sama sekali tidak mendasar, ketakutan itu tidak pernah menjadi kenyataan.
Sebanyaik 20 persen kekeliruan kita itu terfokus pada masa lalu, yang sama sekali di luar kekuasaan. Sedangkan 10 persen kekhawatiran kita didasarkan kepada hal-hal yang sedemikian sepele sehingga tidak menghasilkan perbedaan dalam kehidupan.
Dari sisa 10 persennya, hanya 4 hingga 5 persen ketakutan itu yang dianggap beralasan. Statistik Denis ini sekaligus menunjukkan bahwa setiap waktu atau energi yang kita serahkan kepada kekhawatiran itu sama sekali sia-sia dan 95 persen tidak produktif, bahkan hal itu pula yang membua kita enggan untuk memulai sesuatu.
Hikmah yang dapat diambil dari cerita di atas adalah, jika sudah memulai sesuatu (tentu berdasarkan pertimbangan yang matang) adalah memadamkan semua kemungkinan untuk kembali. Beberapa 'daya tarik' yang mampu menarik kita untuk kembali adalah keterikatan pikiran dan nostalgia kesuksesan masa lalu dan fasilitas yang mungkin masih terkenang dengan segala kemudahannya.
Daya tarik yang demikian membuat pikiran kita yang sedikit banyak akan menciutkan nyali menerima tantangan yang ada di mata kita. Itulah sebabnya, kata-kata yang sering muncul dalam kondisi demikian antara lain: 'dulu' atau 'seandanya'.
Bahkan, ketika perjalanan kita harus menglami perubahan rute pun, kembali ke jalan awal merupakan pantangan kecuali jika mengalami hal-hal yang memang di luar perencanaan dan kekuasaan manusia.
Inilah yang pernah dituturkan oleh Isabel Moore, "Kehidupan ini ibarat jalan satu arah. Seberapa banyak pun perubahan rute yang Anda tempuh, tidak satu pun akan membawa Anda kembali. Begitu Anda mengetahui dan menerima hal itu, kehidupan akan tampak menjadi jauh lebih. sederhana."
Memulai aktivitas di awal tahun, perencanaan yang baik menjadi dasar aktivitas yang kuat, visi yang jelas sangat membantu mengarahkan aktivitas secara efektif dan efisien, sedangkan komitmen untuk terus maju membuat kita akan mengalami hal-hal yang tidak terduga sebelumnya, berupa percepatan penyelesaian tugas-tugas yang terencana.
Dalam skala perusahaan, hasil rapat kerja yang telah menghasikan keputusan strategis, tentu sudah saatnya dieksekusi (dijabarkan, disosialisasikan, dan dimplementasikan) dengan bijak.
Menghambat pengeksekusian tentunya akan menghambat berputarnya kinerja perusahaan ke arah lebih bailk apalagi berpikir untuk kembali melaksanakan pekerjaan yang tidak diprogramkan.
Walaupun prinsip "terus maju" tidak terlepas dari berbagai risiko, namun perencanaan yang matang merupakan bagian yang proporsional untuk mengantisipasi sejumlah risiko yang ada.
Peristiwa Jenderal Julius Caesar di atas sekaligus mengingatkan pada sebuah ilustrasi tentang seseorang yang menyeberang jembatan gantung. Begitu ia sampai di seberang, ia lalu mengambil api dan membakar jembatan tersebut sehingga sekalipun ia berhadapan dengan binatang buas atau apa pun yang membahayakan, ia tidak akan kembali tetapi terus menghadapinya. Kalaupun terlalu berat, paling mengubah rute perjalanan.
Mari kita "bakar jembatan" kita, yaitu segala sesuatu yang membuat kita kembali dan surut untuk maju. Yang penting bukan dari mana kita memulai, melainkan di mana kita beralhir. Inilah yang menggambarkan dini kita sebenarnya.
Kehidupan ini ibarat jalan satu arah. Seberapa banyak pun perubahan rute yang Anda tempuh tidak satu pun akan membawa Anda kembali. Begitu Anda mengetahui dan menerima hal itu, kehidupan akan tampak menjadi jauh lebih sederhana." (Isabel Moore)
Sumber: "Setengah Isi Setengah Kosong"